Sabtu, 14 Desember 2013

Kau Apakan Mamahku, Dokter?


Hari ini adalah dua minggu sejak kepergiaanmu untuk selamanya Mah.. Aku tak bermaksud mengusikmu yang telah tenang disisi Nya. Aku hanya ingin membagi duka dan resahku yang selama ini ku pendam.. Maafin aku ya Mah.. Aku minta maaf bila ada yang tak berkenan dengan kegundahanku ini.

Masih ingat dalam ingatanku, saat itu aku tiba di bandara Soeta hari Rabu, tanggal  Januari 2011, setelah 14 jam lebih berada di pesawat. Rasanya ku tak sanggup memendam gejolak di hatiku untuk segera bertemu denganmu, Mah. Tiba di kota Majalengka, tempatku dibesarkan pukul 18.30. Aku langsung menuju ke RSUD Majalengka, tempat mamahku dirawat. Tak sabar rasanya hati ini.. Sesampai di area parkiran, saudara-saudaraku telah menyambutku dengan rona wajah memelas. Kutak banyak bicara.Aku langsung menuju ruang perawatan mamahku di Ruang Bougenville.

Hancur hatiku saat kudapati mamahku terbaring tak berdaya di pembaringan RS. Semua anggota badan tersambung dengan selang. Selang oksigen di hidung, selang makanan ke hidung, jarum infusan di tangan kiri kanan, moxa di mulut ( alat untuk membantu mengeluarkan dahak). Tangisku membuncah, menjerit dan menangis.. Mamah, maafin aku.. Seribu kata kuucapkan dalam tangisku.. Aku yakin, walaupun mamah dalam keadaan tak berdaya dan tak bergerak sama sekali, mamah tau kehadiran anak yang dirindukannya beserta cucu-cucunya, yang sengaja datang untukmu Mah. Aku melihat ada aliran air mata di sudut mata sebelah kiri, tempat ku peluk tubuh mamah. Kulepaskan semua rindu di hatiku dalam kepiluan. Mamah, kenapa aku bertemu denganmu dalam kondisi seperti ini? Kenapa kita bertemu saat kau tak bisa menyapaku dengan manis? Memelukku dengan erat.. Mamah.., kenapa? Aku tak peduli dengan semua tatapan orang-orang yang iba padaku, aku tak peduli.. karena mereka tak tau apa yang kurasakan… Aku, anakmu yang paling kau sayang, anakmu yang paling kau rindukan, kini telah datang di sisimu Mah..

Rasanya dua jam lebih aku menangis.. Tangisku terhenti karena teman yang mengantarku hendak pamit pulang ke Jakarta. Akhirnya akupun pulang sebentar ke rumahku di Munjul untuk berganti baju dan membersihkan badan. Tak terasa, dua hari sudah kami tak mandi. Setelah semuanya rapi dan bersih, akhirnya aku dan anak-anakku kembali ke rumah sakit. Kami menginap di sana, menemani ibuku yang terbaring lemah. Tak lupa, sepanjang waktu, kami berdzikir dan membaca qur an. Saat itu aku hanya berharap mukjizat itu datang. Aku yakin, apapun yang terjadi, itu adalah yang terbaik untuk mamahku.

Hari kedua saat di RS, aku dipanggil ke ruangan dokter. Aku berdiskusi dan bertanya banyak tentang sakit mamahku. Sebenarnya apa yang terjadi dengan mamahku? Menurut penjelasan dokter, ibuku diindikasikan terjadi pendarahan otak, disamping anemia hemolitik yang telah diidapnya. Karena dalam kondisi ibuku saat itu, dengan HB 9,5, tensi darah normal, degup jantung dll, ibuku seharusnya sudah sadar. Saat itu aku hanya tercenung dan melongo.., karena aku bingung, kenapa ibuku dirawat oleh spesialis saraf? Sementara ibuku selama ini bila di rawat di RS Hasan Sadikin maupun RS Sentosa, ibuku ditangani oleh Spesialis darah dan penyakit dalam. Namun saat itu aku tak protes, karena aku tau dengan kondisi terbatasnya fasilitas di RS itu. Pun saat ibuku pertama masuk ke RS ini, aku telah diberitau, bahwa saat itu ada 2 opsi dokter yang berbeda. Yang pertama, mamah harus dibawa ke RS di Bandung, karena fasilitas di RS ini sangat terbatas. Sementara opsi kedua, RS sanggup mengobati mamahku. Saat itu, karena keluarga kalut, akhirnya mengambil opsi yang kedua. Pun karena kondisi mamahku sangat tidak memungkinkan untuk dibawa ke Bandung atau ke Jakarta. Saat itu kami memang sudah pasrah, tapi tetap mau berusaha . Apalagi papapku sudah pasrah, sebaiknya mamah dibawa pulang saja. Namun aku tidak menyerah.. Aku hanya berharap, ada mukjizat untuk mamah.. Saat itu, dokter menganjurkanku untuk membawa mamah untuk memastikan pendarahan di kepalanya dengan CT Scan di RS Sentra Medika Cirebon.. Ya Allah Ya Robbi, apa yang harus kulakukan? Mengikuti saran dokterkah? Membawa mamah, yang dalam keadaan kritis ke Cirebon kemudian membawa pulang lagi ke RS Majalengka.. Saat itu aku tak berdaya.. Aku hanya berdoa semoga Allah memaafkanku.. Dalam keadaan seperti itu, mamah dibawa dengan ambulance ke Cirebon. Saat itu aku tidak ikut menemani mamah, walaupun ada kekhawatiran takut tak bertemu mamah lagi. Tapi kutenangkan hatiku, ku berdzikir pada Illahi Robbi.. Kebetulan saat itu aku sama sekali belum tidur selama 3 hari. Mataku rasanya sepet sekali.. Bagaimana mungkin aku bisa memejamkan mata, sementara mamah dalam kondisi yang harus kutemani terus dengan dzikir? Aku tak mau kehilangan mamah tanpa dzikir yang menemaninya. Aku selalu menitipkan kepada saudara bila akan meninggalkan mamah walau hanya sekejap.

Akhirnya dengan iringan doa dan airmata, kulepaskan mamah untuk CT Scan. Saat itu hari Kamis jam 2 siang. Aku hanya berharap supaya mamah kuat dan dapat berkumpul lagi denganku di RS. Selama mamah di perjalanan itulah, kusempatkan untuk beristirahat sejenak. Tak terasa waktupun berlalu. Jam menunjukkan pukul 16.30, mamah selesai juga CT Scan nya. Kebetulan hari itu, kami pindah ruangan ke VIP No 4 RSUD Majalengka, karena ruang perawatan mamah akan segera di renovasi. Aku ingin mamah istirahat dengan tenang tanpa ada suara2 gaduh pertukangan.. Alhamdulillah CT Scan mamah berjalan dengan lancer..dan hasilnya pun langsung kuberikan kepada suster ruangan. Rasanya aku tak sabar menanti berjumpa dengan dokter, karena hanya beliau lah yang tau persis cara membacanya. Saat itu aku sebenarnya heran juga, kenapa nggak ada diagnose kualitatif dari dokter radiologinya.

Hari yang dinanti tibalah. Hari Jum at, tanggal Januari 2012, seperti biasa, pagi-pagi jam 10.00 dokter sudah mengontrol mamahku. Saat itu aku bertanya, bagaimana hasil CT Scannya? Dan aku sangat terkejut.. Ternyata hasil CT Scan nya bagus semua.. Apakah yang terjadi Ya Robbi? Syaraf sebelah mana kah yang sebenarnya menimpa ibuku sehingga tak sadarkan diri? Aku bingung.. Benar benar bingung.. Terus, obat apakah yang selama ini dokter berikan? Yang katanya untuk pendarahan otak mamah? Pemberian obat yang hanya berdasarkan perkiraan? Pemberian obat yang sama sekali tak bedasarkan pemeriksaan yang lengkap..Allahu akbar.. Saat itu aku lunglai.. Apakah yang harus aku lakukan ya Allah? Pagi itu, saat mamah sedang di lap, dimandikan, napas mamah sempat terhenti sejenak. Aku menangis histeris.. Ya Allah..Tolonglah mamahku.. Janganlah kau berikan cobaan padanya, yang kutak sanggup melihatnya. Dokter dan perawat saling berdatangan dan memberikan bantuan degup jantung. Saat itu, saat dokter menekan dada mamah, mata mamah sempat membuka sejenak. Mamah pun akhirnya bisa bernapas lagi dengan tenang. Namun taklama kemudian, mamah sepertinya gelisah. Beliau memalingkan muka ke kiri dank e kanan, seperti risih denga moxa yang menempel di hidungnya. Ditambah, kedua tangan mamah bergerak2 menahan sakit di dada. Apakah ini reaksi obat? Entah lah.. Staip hari dokter memberikan resep dokter yang harus kami tebus untuk digunakan.. Dan tak tanggung tanggung, obat yang harus kami tebus berkisar 2.5 juta lebih an.. Tak masalahobat mahal, asal ada perbaikan.. Sementara ini? Kondisi mamah semakin parah, semakin tak jelas. Badan mamah malah bengkak-bengkak. Aku teringat BBM temanku yang menjelaskan kalau ibunya sedang terbaring di RS karena gagal ginjal..dimana semua kaki dan tangannya bengkak-bengkak. Apakah mamahku juga terganggu ginjalnya.. Kuperhatikan tubuh renta itu.. Hatiku berkata..mamah sudah tak bisa menerima obat lagi.. Badan mamah sudah tak kuat lagi..

Saat itu sore,hari yang sama, aku meninggalkan ruangan karena perawat akan mengontrol mamah. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara saudaraku..,bahwa aku harus masuk ke ruangan.. Ada apa lagi kah ya Allah? Rupanya itu perawat hanya meminta ijin dariku untuk mengambil sample darah ibuku.. Aku menolak dan menangis histeris. Rasanya aku tak rela ibuku harus dilukai lagi. Kukatakan pada mereka, buat apa pengambilan darah lagi? Kenapa setiap hari harus diambil darahnya? Kenapa tidak sekalian saat datang pertama kali ke RS ini? Kenappa?? Apakah mereka tidak bisa melihat kondisi ibuku? Kondisi yang sangat tak berdaya? Kondisi dimana semua badan mamahku semua sudah bengkak.. Aku menangis..namun akupun memohon maaf dengan sikapku ini.. Aku hanya tak rela mamahku disakiti terus, dengan tak ada perubahan sama sekali..

Setelah kejadian itu, aku bedoa dan merenung, memohon petunjuk dari Allah, apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus eneruskan perawatan ini? Atau aku harus bawa pulang saja ke rumah?

Setelah aku berdiskusi dengan keluarga besarku dan suamiku, akhirnya kuputuskan, aku akan tetap merawat mamah di RS ini, tanpa obat apapun. Kuputuskan untuk menyewa ruangan ini lengkap dengan oksigen, infus dan oerawatan dari medis. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk mamah. Aku hanya berharap, bilapun mamah diambil oleh Nya, mamah tidak terlalu menderita. Kebayang kan kalau aku harus mencabut semua alat medis yang menempel di tubuh mamah? Aku hanya punya satukeyakinan, bila telah datang waktunya, insya allah semua alat medis yang menempel padanya akan berhenti dengan sendirinya. Untuk merealisasikan niat dan rencanaku ini, aku harus berkoordinasi dengan dokter Mundita, dokter yang merawat mamah esok harinya Sabtu.

Saat itu aku hanya merenung sambil memandang mamah. Mamahku, yang awal di rawat di RS ( saat itu di RS Hasan Sadikin Bandung) dalam keadaan baik-baik saja. Walaupun memang diagnosanya anemia hemolitik, tapi secara global dokter menjelaskan bahwa semua organ tubuh mamah baik, tak ada masalah. Jantung, liver, ginjal dll semuanya baik. Namun hari itu, jum at, suster kepala RS Majalengka bilang, bahwa fungsi ginjal mamah menurun. Seharusnya kadar keratin yang normal adal 34 an, sementara mamah 114. Pantesan saat itu aku punya feeling, kondisi mamah ada yang nggak beres. Sekujur badannya bengkak-bengkak. Apalagi tangan dan kakinya.. Ujung2 jari kakinya sampai mengkilap, seperti mau pecah. Tak sanggup rasanya ku membayangkannya lagi. Mungkin karena ginjal mamah sudah tak berfungsi dengan nornal, akhirnya nggak bisa menyerap obat dengan baik, apalagi obat obat pemberian dokter adalah obat yang bagusnya. Setiap hari dokter memberikan obat yang tidak sama untuk mamah.

Walaupun mamah tidak berbicara dan berkomunikasi, tapi secara verbal mamah sering menunjukkan kegelisahan. Dari bahasa tubuh yang mamah tunjukan, aku merasa, mamah sudah tak kuat lagi, mamah tak mau lagi untuk pemberian obat-obat itu. Aku hanya ingin berteriak keras pada semua suster dan dokter di RS, “ Kalian apakan ibuku, sehingga semuanya jadi lebih parah? Kenapa ibuku harus ditransfusi darah disini, sementara kalian pun tau, PMI Majalengka sudah angkat tangan? Kenapa?”.


Amsterdam, 29 januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar