Hari ini, Senin, 23 Maret 2014 jam 19.15 WIB aku benar benar dibuat bete dan sebal sama guru pembimbing sepakbola anakku di sekolahnya. Gimana tidak? Anakku yang kecil, Azka , datang ke rumah sambil menangis sedih.. Ku pikir dia sedih karena sepak bolanya kalah.
Akupun bertanya , " Gimana bola nya De? " . Dia pun menjawab. " Menang ".
" Alhamdulillah.. Loh menang koq sedih? " sahutku. Dia nggak menjawab. Tapi kuliat mukanya cemberut.. Wah pasti ada apa-apa nih gumamku dalam hati.." Dede pulang sama siapa? "cerocosku.
" Aku pulang naik bentor ", jawab nya pelan.. ( * Bentor adalah salah satu jenis transportasi umum di Medan . Bentuknya seperti becak, tapi ini ditarik dengan menggunakan motor. Jadi tidak dikayuh).
" Naek bentornya sama siapa ?" tanyaku lanjut.
" Sendiri.." jawabnya singkat.
" Apa?? Dede pulang naek bentor sendiri? " tanyaku sambil emosiku mulai terpancing nih.
Akupun berusaha menenangkan diri. Aku pancing dia dengan sejumlah pertanyaan. Hasil investigasiku begini : Rupanya tadi dia selesai bola dan tiba di sekolahan sekitar jam 17.20 WIB . Dia mengharapkan aku atau supir kami menjemputnya. Dia menunggu kami sampai suasana malam pun tiba. Dan satpam yang ada di sekolahan saat itu kebetulan satpam yang tak biasa dia temui di sekolah. Dia duduk di bangku tunggu seperti biasa para ibu-ibu atau penjemput menunggu anak2 nya pulang. Malam itu dia sendiri. Dan satpam yang ada satu satunya itu pun sama sekali tak menyapa dia.. Entah satpam itu tak melihat Azka atau emang satpam itu tidak care .. Entahlah..
Saat aku dengarkan celotehan anakku, aku hanya termenung sedih.. Aku hanya membayangkan saja suasana anakku saat itu. Duduk seorang diri di bangku tunggu sekolah tanpa ada kawan satu pun. Dan dia menunggu aku atau supir kami menjemput. karena suara adzan Magrib telah tiba akhirnya dia beranjak dari tempat duduknya dan dia langsung menyetop bentor di depan sekolahan.. Duhh..melasnya hatiku.. Rasanya aku ingin menangis dan marah. Menangis karena rasanya ibu macam apa aku yang membiarkan anaknya pulang sendiri. Padahal tadi sore aku menuju ke arah sekolah untuk suatu keperluan. Dan supir kami pun juga melewati sekolahan. Tapi suasana sekolahan saat itu sudah sepi. Jadi kami pikir Azka masih bersama tim sepakbola nya. Marah karena pihak sekolahan seolah-olah lepas tanggung jawab. Apa sih susahnya mereka menghubungiku memberitahu kalau mereka sudah di sekolah? Jangan hanya pas minta ijinnya saja semangat 45 menghubungiku.
Terus terang sebenarnya saat sore tadi aku sudah berusaha menghubungi guru pembimbing sepak bola Azka.. Aku telpon Pak Syafril berulangkali. Tapi tak satu pun diangkatnya. Aku hanya ingin memastikan saja, jam berapa Azka selesai maen bolanya supaya kami bisa menjemputnya. Tapi karena tak ada kepastian dari beliau, akhirnya kutunggu aja kabar darinya. Apalagi saat pagi pihak sekolahan minta ijin untuk Azka maen bola, aku menjawab silakan tapi tolong Azka anter sampai rumah. Dia tak membalas sms ku.. maka kupikir dia setuju dengan permintaanku. Bukan apa2 aku meminta begitu, karena mereka pun tak memberikan waktu pastinya, makanya aku selalu minta anakku di antar pulang. Atau setidaknya memberi kabar pada kami perkiraan waktu dia selesai maen bola. Nggak mungkin juga kan kalau kami harus menunggu berjam-jam tanpa kepastian, apalagi supir kami juga disibukkan dengan anter si sulung try out?.
Aku cuma benar-benar heran dan sejumlah pertanyaan berkecambuk dihatiku.. Apakah emang seperti ini guru2 di kita ini? Tidak menghiraukan keselamatan anak didiknya?
Aku jadi teringat dengan pengalaman kami waktu di Belanda.. Guru tidak akan memperbolehkan anak didiknya pulang kalau belum ada orang tua yang menjemputnya. Mereka benar2 memastikan kalau anak2 udah pulang bersama orang tua atau kerabatnya.. Lah ini? Anak pulang malem, nggak dipedulikan lagi pulang sama siapa. Bahkan anak sendirian pun tidak diperhatikannya. Kalau misalnya kemungkinan terburuk terjadi, siapa yang bertanggung jawab coba? Sementara semua ini terjadi di lingkungan sekolahan. Perlu diketahui Azka kebetulan masuk tim sepak bola sekolahnya.. Jadi banyak sekali pengorbanan yang dia berikan untuk sekolahnya. Waktu belajarnya yang banyak terpotong dll. Kalau aku berpikir ke situ, sebenarnya malas memberikan ijin padanya untuk masuk tim bola. Aku hanya melihat dari sisi Azka nya aja.. Azka emang hobby maen bola. Makanya biar tersalurkan hobby nya itu. Dan yang penting dia happy dan enjoy. Dengan dia ikut berpartisipasipun, sebenarnya sekolahan harus berterima kasih dengan keikutsertaan anak2 itu..Apalagi anak-anak itu ikut pula dalam biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam pertandingan itu. misalnya biaya untuk masuk stadion nya, jajan dan minumnya dll.. Kurang apa coba? ( maaf aku jadi itung-itungan kaya gini)
Untuk meluapkan uneg-uneg dan emosiku terhadap pihak sekolahan, aku mengirim sms , sbb :
Aku hanya berharap semoga kejadian ini adalah kejadian yang pertama sekaligus yang terakhir buat anakku. Dan jangan sampai terjadi pada anak-anak lainnya. semoga pihak sekolahan bisa lebih memperhatikan keselamatan dari anak didiknya. Bisa memastikan kalau anak-anak didiknya telah sampai denan selamat di pihak keluarganya. Aamiin YRA.
Tetep semangat ya anakku sayang..
Medan, 23 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar